Monday, June 20

Budaya Antri atau Membudayakan Tidak Antri

Suatu siang cuaca saat itu sangat panas, saya sedang mengendarai motor saya untung memperpanjang SIM yang sudah hampir habis masa berlakunya. Kulihat sekilas spedometer motorku, ternyata meteran bensin hampir menunjukkan "E", dan saya berniat untuk mengisinya di pom bensin terdekat.

Tibalah saya di sebuah pom bensin, keadaan saat itu agak ramai oleh kendaraan roda dua seperti yang saya kendarai. saya mengantri untuk menunggu giliran, di tempat saya mengantri terdapat 2 buah dispenser, yang satu hanya premium, dan yang satunya lagi premium dan pertamax. Motor saya menggunakan pertamax.

Saya sudah cukup lama mengantri, berjejer dengan motor yang lebih dahulu datang, namun dari sebelah saya ada seorang pengendara motor, saya tahu ia seorang tukang ojek dari rompi yang digunakannya. Dengan santainya ia berhenti menyelak disamping saya dan berusaha menyerobot. Saat itu saya melihat pertamax hanya tinggal satu motor, dan saya maju untuk mengisi bensin,  namun saya kaget karena tukang ojek tersebut tiba-tiba membentak saya dengan nada yang keras "ET DAH BUSET! MAU JADI JAGOAN LO BARU DATENG LANGSUNG NYELAK-NYELAK, BUKANNYA ANTRI LO, BERANI BENER!!!".

Kurang lebih itu yang ia katakan kepada saya, hampir semua pengendara motor dan petugas pom bensin melihat ke arah saya, sebenarnya apa salah saya?, pengendara motor lain dan petugas pom bensin pun tahu siapa yang mengantri lebih dulu, namun semua hanya terdiam melihat. sayapun tidak ingin memperpanjang perkara, saya hanya diam melihat kearah tukang ojek tersebut, lalu dengan santainya ia mendahului motor saya dan mengisi bensin motornya, selanjutnya baru motor saya yang di isi.

Sepanjang perjalanan saya hanya berfikir, apakah saya salah, mengapa semua orang hanya terdiam, begitu pula dengan saya mengapa hanya diam, apakah budaya antri sudah tidak berlaku lagi, atau hukum rimbakah yang berlaku sekarang?

No comments:

Post a Comment